Kabupaten Bima

Peredaran Kayu Dari Tambora Masih Ditemukan, Polsek dan KPH Diduga Terima Sejumlah Uang

Spread the love

 

Bima, LintasRakyatNTB – Gubernur NTB secara tegas telah mengeluarkan instruksi tentang penghentian sementara peredaran kayu. Baik kayu dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan selama satu tahun.

Meski instruksi tersebut telah beredar tiap leading sektor, namun praktek tindakan ilegal loging di tengah status Provinsi NTB darurat ilegal loging masih saja ditemukan.

Mirisnya, dibalik aksi tersebut diduga sejumlah oknum penegak hukum KPH dan Polsek di lintas sektor ikut nimbrung.

Agar angkutan berbagai jenis kayu seperti Lende, Sabaha, dan Kabaho Kafa aman, sopir pun tak tanggung- tanggung menyetor jatah sejumlah uang kepada oknum petugas KPH maupun Polsek ketika melintas.

Hal tersebut menguak adanya pengakuan seorang sopir enggan ditulis namanya yang berhasil dijumpai awak media ini saat melakukan pengangkutan kayu tersebut pada Minggu (5/9/2021) pagi.

Menurut sopir, oknum kehutanan mendapatkan 200 ribu per lori, begitu juga dengan pihak Polsek.

“KPH 200, Polsek 200,” kata sopir truck empat bersaudara nomor polisi (Nopol)  EA 8464 SZ saat diwawancarai.

Berdasarkan pantauan media ini selama satu bulan terakhir ini,  kayu hutan yang berasal dari Tambora tersebut setiap hari melintas. Rata-rata dua hingga tiga truk perharinya dengan aman.

Para sopir pengangkut kayu tersebut hanya membawa surat angkutan kayu rakyat. Lanjutan yang diterbitkan oleh Usaha Dagang Bestari dari Desa Labuan Kananga, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima dengan nama penerbit Pitramansyah

Untuk mengelabui masyarakat, penerbit angkutan rakyat juga mendapatkan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Kawinda Nae.

Di mana dalam surat tersebut menyatakan bahwa jenis kayu yang diangkut tersebut merupakan kayu dalam tanah yang dikuasai atau digarap oleh warga setempat

Padahal, pada 18 Desember 2020 lalu, Gubernur NTB telah mengeluarkan instruksi
Nomor : 188.4.5-75/KUM Tahun 2020 tentang Moratorium Penebangan dan Peredaran Hasil Hutan Kayu di Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Dalam diktum kesatu yang ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB harus menghentikan sementara seluruh kegiatan penebangan oleh pemegang izin pemanfaatan hasil hutan kayu dalam kawasan maupun di luar kawasan.

 

Bahkan, DLHK NTB juga telah mengeluarkan surat tindak lanjut dari Moratorium tersebut yang ditujukan kepada Kepala Balai KPH/Tahura Se-Provinsi NTB.

Pertama, meningkatkan pengamanan dan memperketat penjagaan di kawasan hutan dengan memblokir seluruh akses jalan atau jalur yang disinyalir digunakan oleh pelaku pembalakan atau perambahan liar.

Kedua, memantau dan memastikan tidak ada kegiatan penebangan oleh pemegang izin atau hak kelola dari kegiatan penggunaan maupun pemanfaatan hutan

Ketiga, tidak melakukan verifikasi ataupun mengeluarkan rekomendasi untuk tegakan diluar kawasan hutan

Keempat, bersama anggota Satgas P3H untuk terus memantau peredaran hasil hutan kayu di pelabuhan dan simpul-simpul peredaran
serta mengambil tindakan sesuai ketentuan bilamana diperlukan

 

Kelima, terus melakukan sosialisasi dengan pendekatan persuasif kepada masyarakat setempat

Keenam, melakukan kordinasi secara aktif dengan pemerintah kabupaten dan pihak pemangku setempat

Dasar dikeluarkannya Instruksi Gubernur tersebut adalah UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Terkait persoalan tersebut, Kapolsek Sanggar IPTU Muhtar yang dikonfirmasi awak media ini melalui pesan WhatsAppnya, Minggu (5/9/) sekitar pukul 16.20 WITA, Muhtar membantah dengan tegas dan balik tanya awak media ini terkait hal tersebut.

“Peredaran kayu di mana Pak ? Di wilkum Sanggar tidak ada hutan kayu Pak,” kata Muhtar.

Dikonfirmasi lanjut, Muhtar pun enggan memberi tanggapan lagi. Chat dilayangkan terlihat dua tanda centang biru.

Sementara itu, Kapolsek Manggelewa IPTU Abdul Malik yang juga dikonfirmasi awak media ini melalui pesan WhatsAppnya, Minggu (5/9) sekitar pukul 16.23 WITA, Abdul Malik pertanyakan waktu kejadian dan juga siapa anggota yang turut mengawal kayu tersebut.

“wss, kpn pak,siapa anggota yg kawal?” Tanya Abdul Malik.

Disinggung jatah 200 ribu per lori disetorkan sopir, Abdul Malik tidak merespons lagi. Chat yang juga dilayangkan terlihat dua tanda centang biru.

Kepala Resor KPH Sanggar Nunung Rosdiana yang dikonfirmasi media ini via seluler, Minggu (5/9) sekitar pukul 20.06 WITA membantah ada keterlibatan anggotanya dalam ilegal loging tersebut.

“Saya pastikan anggota tidak ada yang terlibat dalam persoalan tersebut,” kata Nunung.

Nunung menegaskan, informasi keterlibatan anggotanya adalah tidak benar.

“Saya pastikan semua informasinya tidak benar (hoax),” tegasnya.

Menurut dia, selama ini tidak ada mobil pengangkut kayu ilegal loging yang melintas. Semuanya lengkap surat- surat dari wilayah Tambora.

Kalaupun ada mobil lewat tanpa surat- surat lengkap, anggota pasti kejar dan pulangkan kembali.

“Kami pastikan di Sanggar tidak ada ilegal loging,” tegas Nunung.

Sebenarnya, jelas dia, yang lebih tahu adalah mereka di gunung Tambora. Resor Sanggar hanya tempat numpang lewatnya saja.

“Ya, mereka di sana lah yang lebih tahu. Kami di sini sebatas numpang lewatnya saja. Itu pun kalau kami tahu,” jelasnya.

Dia menambahkan, biasanya yang begini oknum mengatasnamakan KPH, karena antara pengusaha dan KPH saling menjatuhkan.

“Insyaallah bagi kami yang perempuan tidak akan terlibat dalam ilegal loging,” pungkas Nunung Rosdiana.

Petugas Pengamanan KPH Tambora Resor Sanggar Zakaria mengatakan, apa yang dijelaskan oleh Kepala Resor Sanggar Rosdiana kalau surat keterangan asal usul kayu berupa nota angkutan dan nota angkutan lanjutan.

Menurut Zakariah, yang mengeluarkan nota angkutan lanjutan yakni industri primer.
Kenapa masih ada kayu yang beredar di lingkaran Tambora adalah punya perusahaan pengelolaan kayu hasil hutan dengan izin kementrian LHK.

“Ya, itu kayu hasil hutan sesuai izin Agro Wahana Bumi,” kata Zakariah.

Reporter : Sueb