Uncategorized

Pupuk Subsidi Dijual Di Atas HET dan Secara Paket, Pemuda Desak Pemda Bima Lempar Handuk

Spread the love

Lintas Rakyat-NTB. Bima – Belum memasuki musim tanam, petani di Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima berlomba-lomba membeli pupuk yang masih dijual diatas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan dijual Paket. Penelusuran langsung di Desa Kala dan Mpili mengkonfirmasi fakta tersebut.

“Lima zak pupuk subsidi dan satu zak pupuk non subsidi, kita harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 880.000 ribu. Rincian per  zak pupuk subsidi dijual Rp 105.000 ribu, sedang 1 zak pupuk non-subsidi dijual Rp 355.000 ribu,” jelas Anas Aldilah kemarin.

Menurut Anas, membeli pupuk subsidi dengan penjualan paket itu terpaksa dilakukannya untuk mengantisipasi kelangkaan pada masa tanam.

“Walau mahal dan mesti mengutang dana Bank, harus kami pilih,” imbuhnya.

Menyikapi hal itu, aktivis Muda Donggo, Wahyudin Awalid mengecam hilangnya peran pemda dalam mengawasi penyaluran dan penjualan pupuk subsidi yang menabrak aturan tersebut itu.

“Pemda baiknya lempar handuk dan umumkan pada masyarakat Bima bahwa pemda tidak mampu memastikan bantuan (Subsidi) negara aman sampai tingkat petani. Langkah itu harus diiringi permintaan secara terbuka pada seluruh petani. Hemat saya, cara itu lebih beradab, dibanding pemda terus membohongi petani,” tegas kordinator lapangan LTDS itu, Jumat, (24/10).

Menurut Wahyudin, lima tahun terakhir petani Bima selalu mengalami masalah ini berulang-ulang. Disaat bersamaan Bupati Bima, DPRD Bima, Ketua KP3 dan Dinas Tekhnis terkait selalu meyajikan kebohongan-kebohongan yang berulang-ulang.

“Kasihan orang tua kami petani, mendapatkan perlakuan semena-mena oknum distributor dan pengecer. Saya baca aturan terkait, wajib pegecer jual pupuk sesuai HET dan tidak boleh dijual paket. Kemana pemda yang ngomong, tidak ada kelangkaan pupuk, tidak ada yang dijual diatas HET dan tidak ada lagi penjualan pupuk paket itu. Kalau hanya ngomong, burung Beo pun bisa,” terang mahasiswa Hukum disalah satu PTS di Kota Malang itu.

Dia menambahakan, Pemda harus memiliki nurani kemanusiaan merasakan penderitaan petani. Pemda tidak boleh membiarkan seolah-olah itu bukan masalah.

“Biasaya Pemerintah itu kalkulator. Pandai menghitung keuntugan dan kerugian untuknya saat melahirkan regulasi dan kebijakan. Mengapa giliran petani, Pemda Bima tida bisa menghitung beban petani. Biaya produksi menjepit petani, penjualan komoditas petani juga menjepit, saya menganggap Pemda Bima bagia dari mafia pupuk ini,” pungkasnya.

Sementata itu, pihak pemda belum dapat dikonfirmasi hingga berita ini diturunkan. (LR-ROMANSAH)

Tinggalkan Balasan