
Dompu NTB – lintasrakyat-ntb.com ~ Transparansi pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Kabupaten Dompu kembali menjadi sorotan publik seiring bergulirnya kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Persoalan ini dinilai krusial karena menyangkut keadilan, kepastian hukum, dan masa depan ribuan tenaga honorer.

Isu tersebut mengemuka dalam pertemuan singkat pada Selasa, 17 Desember 2025, antara perwakilan organisasi GTKHNK dan tokoh pemerhati kebijakan publik, Kurniawan Ahmadi, di Dompu. Pertemuan itu membahas simpang siur data base BKN yang hingga akhir 2025 dinilai belum tersosialisasi secara terbuka oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Dompu.
“Transparansi data menjadi kunci. Data base BKN seharusnya dapat diakses dan dipahami secara terbuka, sehingga tidak menimbulkan berbagai persepsi di masyarakat, khususnya tenaga honorer,” ujar Kurniawan Ahmadi kepada wartawan.
Menurutnya, publik mencatat adanya perbedaan signifikan data honorer yang masuk dalam pangkalan BKN. Pada tahun 2022, BKD Dompu sempat melaporkan sekitar 1.600 tenaga honorer terdata dalam sistem BKN dari berbagai instansi. Namun, pada akhir 2025, angka tersebut disebut meningkat menjadi lebih dari 5.000 orang.
“Perbedaan angka ini perlu dijelaskan secara administratif dan kronologis. Kenaikan jumlah memang bisa terjadi, tetapi penjelasan resmi sangat dibutuhkan agar tidak memunculkan spekulasi dan keresahan,” kata Kurniawan.
Ia menegaskan bahwa pangkalan data BKN merupakan fondasi utama dalam perumusan kebijakan PPPK paruh waktu. Karena itu, proses verifikasi dan validasi harus dilakukan secara objektif dan akuntabel.
“Data ini menjadi dasar kebijakan. Jika tidak valid dan transparan, maka honorer yang telah lama mengabdi berpotensi merasa dirugikan,” ujarnya.
Kebijakan PPPK paruh waktu sendiri memiliki dasar hukum, yakni Keputusan MenpanRB Nomor 16 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 13 Januari 2025, sebagai bentuk afirmasi bagi honorer yang belum berhasil dalam seleksi CPNS maupun PPPK penuh waktu. Skema ini juga berkaitan dengan kemampuan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dalam pemaparannya, Kurniawan menyebutkan bahwa hasil rapat anggaran daerah tahun 2025 menunjukkan total APBD Dompu berkisar Rp 670–690 miliar, termasuk dana transfer dan alokasi belanja pegawai, di antaranya gaji PPPK paruh waktu.
“Secara regulasi, PPPK paruh waktu memiliki dasar hukum yang jelas. Kebijakan ini memberi ruang bagi daerah menyesuaikan kemampuan fiskal tanpa menghilangkan kesempatan kerja bagi honorer,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa kepala daerah memiliki kewenangan dalam menentukan prioritas pengangkatan melalui SK Bupati, terutama dengan mempertimbangkan masa pengabdian honorer sejak 2006 hingga yang tercatat dalam data base BKN 2022 dan seterusnya.
“Kemampuan keuangan setiap daerah berbeda. Karena itu, kepala daerah memiliki ruang kebijakan. Namun keputusan tersebut harus berbasis data yang valid, adil, dan transparan,” tegasnya.
Kurniawan berharap DPRD Kabupaten Dompu dan OPD terkait menjalankan fungsi pengawasan secara optimal agar proses ini berjalan sesuai prinsip UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Dengan keterbukaan data dan pengawasan bersama, kebijakan PPPK paruh waktu diharapkan menjadi solusi yang menenangkan, bukan memicu polemik baru,” pungkasnya.( Andi )