Oleh : Mahasiswa UIN Alauddin Makassar Sahrul
Bima, LintasRajyatNTB- Perjalan mencari suatu aspirasi keadilan adalah sebuah tantangan besar bagi setiap manusia. Tak heran banyak yang menghentikan langkahnya karena aspirasi keadilan. Menurut mereka hanyalah sebuah ilusi.
Beragam pendapat bermunculan bahwa yang melatarbelakangi orang enggan untuk menyuarakan aspirasi keadilan diakibatkan oleh faktor kemiskinan, gender dan bahkan jaringan keluarga.
Melirik dari latarbelakang tersebut, saya ingin mengangkat sisi perjuangan seorang jurnalis dalam memperjuangkan aspirasi keadilan tanpa memandang derajat dan profesi.
Jurnalis merupakan profesi penyambung lidah masyarakat. Yang di mana mereka menampung setiap aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada publik ( khalayak). Supaya setiap orang bisa mengetahui aspirasi tersebut.
Tinta pena menjadi senjata utama bagi para jurnalis. Dalam memuat setiap aspirasi yang digaungkan oleh masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.
Para jurnalis harus mampu menyaring setiap informasi yang didapatkan dengan mengedepankan fakta yang actual. Sehingga public mampu terpengaruh oleh goresan kalimat yang dimuat dalam sebuah berita.
Profesi yang kerap dipenuhi pro dan kontra di mata masyarakat ini, tidak membuat para jurnalis menghentikan langkahnya untuk terus menyebarkan informasi untuk publik.
Dalam mencari sumber aspirasi ini panas dan hujan adalah bumbu manis bagi sang jurnalis, mereka rela menerobos semua itu. Demi mendapatkan sebuah aspirasi untuk masyarakat.
Tidak jarang banyak jurnalis yang rela diintimidasi, dipukuli dan bahkan kehilangan nyawa demi memperjuangkan aspirasi bagi masyarakat.
Selain itu juga, jurnalis selalu berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik dan UUD Pers No 40 tahun 1999. Hal inilah yang menjadi pedoman bagi setiap jurnalis dalam menyebarluaskan aspirasi masyarakat.
Goresan pena menjadi saksi bisu perjalanan panjang bagi seorang jurnalis dalam menyampaikan informasi. Tanpa mengharap cinta dari sang pembaca.
