Dompu, NTB – lintasrakyata-ntb.com ~ arapan petani jagung di Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu, untuk mendapatkan harga yang layak kembali diuji. Sidak yang dilakukan oleh Bupati Dompu, OPD terkait, Ketua DPRD, dan Dandim Dompu ke sejumlah gudang jagung di Manggelewa diharapkan membawa solusi nyata. Namun, hingga kini, belum ada keputusan konkret yang berpihak kepada petani.
Pemerintah telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp5.500 per kilogram. Namun, faktanya, perusahaan hanya berani membeli di kisaran Rp4.600–Rp4.700 per kilogram. Ditambah lagi, standar kadar air yang terus berubah-ubah semakin membingungkan petani dan menimbulkan ketidakpastian harga di lapangan.
Pasca-sidak, pihak gudang di Manggelewa masih menunggu panggilan dari Bulog dan pemerintah untuk menentukan pola kerja sama yang akan diterapkan. Sayangnya, ketidakjelasan ini justru memperkuat anggapan masyarakat bahwa kebijakan yang ada lebih menguntungkan perusahaan dibandingkan petani.!
Kondisi yang semakin tidak menentu ini membuat Ketua Forum Kepala Desa se-kabupaten Dompu, Supardin Abdullah, yang juga Kepala Desa Doromelo, bersama 11 kepala desa lainnya, turun langsung ke lapangan. Mereka mendatangi gudang-gudang perusahaan seperti SEGER, JOKO, dan WILYAM, untuk meminta kejelasan terkait harga dan standar kadar air.
Dalam keterangannya kepada awak media, Supardin Abdullah menegaskan bahwa kepala desa dan masyarakat tidak akan tinggal diam jika kondisi ini terus berlanjut.
“Kami sudah cukup bersabar. Jika setelah Lebaran kadar air 15% masih diberlakukan, maka kami bersama petani akan turun ke jalan. Bahkan, kami siap melakukan penyegelan sementara terhadap gudang-gudang perusahaan jika perlu. Kami ingin pemerintah hadir dan berpihak kepada petani, bukan hanya kepada perusahaan,” tegasnya.
Dukungan juga datang dari Kepala Desa Tanju dan Kepala Desa Soriutu, yang selama puluhan tahun bermitra dengan perusahaan jagung. Mereka menegaskan bahwa selama ini petani terlalu sering dirugikan oleh aturan yang tidak berpihak kepada mereka.
Di sisi lain, Manajer Perusahaan Wilyam menyatakan bahwa pihaknya hanya mengikuti standar kadar air yang diterapkan oleh perusahaan lain. Hal ini semakin memperkuat desakan para kepala desa agar pemerintah turun tangan mengeluarkan kebijakan resmi terkait standar kadar air yang lebih adil.
“Kami butuh regulasi yang jelas dari pemerintah agar perusahaan tidak seenaknya menentukan standar kadar air,” ujar Kepala Desa Soriutu.
Para kepala desa menuntut agar pemerintah segera mengambil sikap tegas dengan mengeluarkan surat keputusan resmi terkait kadar air, sehingga tidak ada lagi ketidakpastian yang merugikan petani.
Kepolisian Sektor Manggelewa, melalui Kanit Intelkam dan anggota, turut hadir dalam proses pengawasan ini. Sebagai bagian dari regulator kepengawasan pangan nasional, mereka memastikan bahwa seluruh kegiatan berjalan kondusif dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kini, bola panas ada di tangan pemerintah dan Bulog. Akankah mereka segera mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada petani? Ataukah petani benar-benar harus turun ke jalan untuk memperjuangkan hak mereka?..( Andi )